Saya barusan selesai melakukan sesi team coaching dengan salah satu tim di sebuah perusahaan multinasional yang cukup terkenal. Para leaders dalam tim ini menunjukkan spirit yang cukup tinggi, vibe yang positif dan engagement yang kuat.
Komunikasi dalam tim sangat baik, sebagai coach yang melakukan observasi saya bisa melihat betapa baiknya komunikasi dalam tim ini, bukan hanya di antara sesama tim leader, tapi juga antara tim leader-nya dengan atasan atau senior leader mereka.
Dari exercise yang kami lakukan sama-sama, terlihat tim ini memiliki values yang kuat, kompak, terbuka, punya etos kerja yang tinggi dan bersinergi baik dengan atasannya
Tim yang sempurna? Tentunya sebagai coach saya tidak dalam posisi memberikan judgment yang sepihak, saya pun ingin mendengarnya dari tim itu sendiri.
Ketika saya menawarkan mereka melakukan exercise yang sama dengan yang kita lakukan dengan mereka dan atasan mereka, mereka dengan senang hati menyambutnya dan muncul rasa ingin tahu yang tinggi sekali untuk mengenal masing-masing tim mereka sendiri.
Saat hasilnya keluar, ada yang kaget, ada yang tidak terlalu kaget, ada yang netral dan ada yang tidak percaya.
Yang mereka sadari kemudian adalah bukan soal hasil dari exercise yang dilakukan, namun lebih penyadaran kalau selama ini saking intensifnya pekerjaan dilakukan, ada nilai-nilai yang mereka ‘take it for granted’ ternyata tidak dirasakan oleh anggota tim mereka. Ada hal-hal yang selama ini tidak terucapkan, namun menjadi sebuah harapan di tim.
Lalu mereka baru menyadari kalau selama ini waktu dan fokus mereka semuanya pada proses atau flow pekerjaan. Sebuah siklus yang terus berlanjut sepanjang waktu : hari, minggu, bulan dan tahun
Tidak ada yang salah dengan ini. Dalam lingkungan yang begitu kompleks dan dinamis sekarang, semua berlomba-lomba memberikan yang terbaik. Semua berpacu, berkompetisi dengan waktu. Disrupsi, Artificial Intelligence, the internet of things membuat semua berubah
Dan di antara semuanya, sering kali para leaders larut dalam siklus kesibukan dan kompleksitas sehingga ‘lupa’ untuk melihat secara strategis dari sudut pandang yang lebih menyeluruh
Balcony view dalam leadership, seperti pertama kali diperkenalkan oleh Ronald Heifetz and Marty Linsky sebagai metafora yang menggambarkan bagaimana leader melihat timnya dari tempat duduk/ketinggian di balkon dalam hal berpikir strategis dan menyeluruh dalam hal menentukan langkah strategik dan pengambilan keputusan
Bentuk lain Balcony View ini dalam coaching sering kali dilakukan dengan triangle relationship serta perceptual position dalam ilmu Neuro Linguistic Programming yang dengan pendekatan modalitas kinestetik dan somatik
Untuk bisa melihat gambaran besar dari perspektif jauh, leader perlu step back ( mundur selangkah atau beberapa langkah ) dan ‘keluar’ dari perannya selama ini
Bergerak dari BAU ( Business As Usual ) ke Balcony View memberikan manfaat :
- Melihat Gambaran Besar secara keseluruhan
Dari Gambaran besar ini leader bisa melihat pola, dinamika dan peta-peta dunia tim yang sering kali tidak terlihat ketika leader ‘bersama’ dengan tim
- Objektif
Melihat dari balkon membuat leader terdisosiasi secara emosi dan judgment. Hal ini akan membantu mengurangi subjektivitas leader dan bisa membuat keputusan yang lebih objektif
- Refleksi
Salah satu hal yang sangat penting bagi para leaders adalah melakukan refleksi. Dengan refleksi leader tahu what’s working and what’s not working, menentukan prioritas, melakukan evaluasi dan belajar serta bertumbuh menjadi leader yang lebih baik lagi
Penulis : Rudy Efendy MCC, ACTC, EMCC ESIA, SP, CPCC, NLP™, CHt®, CWM, MBA