Embodies Coaching Mindset for Leaders
Di akhir tahun 2021, ICF [ International Coaching Federation ] ,USA melakukan update terhadap core competency coaching ICF terhadap kompetensi yang selama ini dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan sesi coaching untuk para. coach, mentor coach, coach supervisor dan sekolah coaching yang terakreditasi ICF. Panduan yang telah digunakan selama 25 tahun itu direvisi, diperjelas dengan kosa kata yang lebih succint, bahasa yang lebih artikulatif dan tidak menimbulkan interpretasi ganda oleh para praktisi coaching.
Namun, ada yang hal yang menarik dalam versi updated ini yang secara resmi diberlakukan di tahun 2021 sebagai panduan baru untuk para coach, mentor coach, coach supervisor dan sekolah coaching di seluruh penjuru dunia yang berafiliasi dengan ICF. Lalu, apa yang menjadi hal menarik tersebut?
Selain ICF core competencies berubah dari 11 ke 8, di dalam kompetensi ICF yang baru tersebut ada kompetensi baru yang sebelumnya tidak ada di kompetensi yang lama, yakni Core Competency [ CC ] # 2.
Demikian bunyi ICF CC # 2 berikut dengan definisinya :
Embodies a Coaching Mindset
Definition:
Develops and maintains a mindset that is open, curious, flexible and client-centered.
Kompetensi ini lalu dipertegas lagi dengan sub-competencies ICF atau guidelines yang harus didemonstrasikan oleh seorang profesional coach.
- Acknowledges that clients are responsible for their own choices
- Engages in ongoing learning and development as a coach
- Develops an ongoing reflective practice to enhance one’s coaching
- Remains aware of and open to the influence of context and culture on self and others
- Uses awareness of self and one’s intuition to benefit clients
- Develops and maintains the ability to regulate one’s emotions
- Mentally and emotionally prepares for sessions
- Seeks help from outside sources when necessary
Saat melakukan sosialisasi ICF CC ini, pihak ICF menjelaskan betapa pentingnya kompetensi kedua ini, berhubung kompetensi merupakan roh atau jiwa dari seorang profesional coach, sama halnya dengan CC # 1 yakni Demonstrates Ethical Practice. ICF malah mengatakan CC # 1 dan CC # 2 merupakan Being daripada seorang coach, dan kompetensi yang lain adalah doing.
Dari sub-competency atau guidelines atas CC # 2 yang diuraikan di atas, kita bisa mengetahui betapa pentingnya seorang memiliki coaching mindset sebelum melakukan interaksi dengan klien/coachee dan melakukan sesi coaching.
Guidelines dari ICF, contohnya, secara jelas menyatakan perlunya kesadaran seorang coach untuk memberikan otonomi kepada klien dalam sesi coaching terhadap pilihan yang akan diputuskan klien.
Lalu seorang coach sewajarnya bisa mengontrol emosi dalam sesi coaching, secara mental dan emosional menyiapkan diri untuk sesi-sesi coaching dan memiliki semangat untuk terus belajar dan senantiasa merefleksikan diri sebagai seorang coach tentang sesi coaching yang telah dilakukan dan juga coaching skills yang dimilikinya.
Jadi sudah tentu, seorang coach harus belajar terus, mengembangkan diri, kalau selalu ada ruang untuk bertumbuh menjadi lebih baik, terlepas coach tersebut adalah coach yang masih belajar coaching, ikut pelatihan, atau yang sudah mengumpulkan ribuan bahkan puluhan ribu jam coaching
Lalu, pertanyaannya kemudian, seberapa relevankah Embodies a coaching mindset ini buat Leader as Coach?
Bagaimana seorang Leader As Coach mendemonstrasikan Embodies a coaching mindset dalam perannya sebagai leader dan juga coach pada waktu bersamaan?
Embodies a coaching mindset tentu saja relevan buat siapapun, profesi dan peran apa pun sepanjang orang tersebut sedang melakukan sesi coaching dan berperan sebagai coach
Dalam dunia korporasi, dimana konteks Leader bukan hanya sebagai coach, tapi juga membawa timnya mencapai objektif, KPI, measurement atau hasil yang diharapkan, seorang Leader yang bertindak sebagai seorang coach perlu merefleksikan dirinya sebagai berikut berkenaan dengan CC Embodies Coaching Mindset :
- Apakah saya selalu dominan dalam semua pembicaraan?
- Apakah dalam setiap pertemuan dengan tim, semua cenderung mendengarkan saya, dan saya selalu memberikan instruksi?
- Dalam peran saya sebagai seorang leader, apakah saya merefleksikan diri apa yang telah saya lakukan dengan diri saya, tim saya, atasan saya, kolega saya, tim support saya?
- Apakah saya cenderung defensif apabila dikritik?
- Apakah saya selalu ‘tahu’ dalam segala situasi
- Apakah tim saya selalu menyerahkan seluruh keputusan kepada saya dalam pengambilan keputusan dan cenderung menurut saja?
- Apakah saya senang belajar hal-hal baru?
- Apakah saya senang melakukan koloborasi dengan departemen lain, belajar dari orang lain kalau saya butuh bantuan?
Daftar pertanyaan-pertanyaan di atas tentunya tidak hanya berhenti di sana, tetapi bisa dikembangkan lagi untuk melakukan refleksi terhadap peran Leader As Coach
Mari kita akhiri tulisan ini dengan mengutip ucapan Konfusius, seorang guru dan filosof yang lahir di tahun 551 SM :
I hear and I forget
I see and I remember
I do and I understand
Untuk menerima artikel dari kami secara berkala, silakan subscribe newsletter RCA-NLP Resonance Indonesia : http://eepurl.com/hWbHev
Simak juga jadwal coach certification , mentoring dan NLP Licensed Practitioner kami di
www.resonantcoachings.com dan www.nlpresonanceindonesia.com